Minggu, 19 Januari 2014

Psikologi Manajemen : Tugas 3





KOMUNIKASI DALAM MANAJEMEN
A.   DEFINISI KOMUNIKASI
Definisi dari kata komunikasi secara etimologis berasal dari bahasa latin “communication”, dan perkataan ini bersumber pada kata communis yang memiliki makna “berbagi” atau “menjadi milik bersama” yang pada intinya yaitu bertujuan untuk kebersamaan atau kesamaan makna. Sedangkan secara terminologis, komunikasi adalah penyampaian suatu pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.
Komunikasi menurut beberapa ahli diantaranya adalah menurut Everett Rogers (dalam Hafied Cangara, 1998:20), komunikasi didefinisikan sebagai “proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk merubah tingkah laku mereka”. Sedangkan menurut Arni Muhammad (2005:5), komunikasi didefinisikan sebagai “pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku”.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi sebagai suatu proses pengiriman dan penyampaian pesan baik berupa verbal maupun non verbal oleh seseorang kepada orang lain untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara lisan, maupun tidak langsung melalui media. Komunikasi yang baik harus disertai dengan adanya jalinan pengertian antara kedua belah pihak (pengirim dan penerima), sehingga yang dikomunikasikan dapat dimengerti dan dilaksanakan.

B.   PROSES KOMUNIKASI
Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder.
1.       Proses komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung mampu ”menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi adalah bahasa karena hanya bahasalah yang mampu ”menerjemahkan” pikiran seseorang kepada orang lain. Apakah itu dalam bentuk idea, informasi atau opini, baik mengenai hal yang kongkrit maupun yang abstrak, bukan saja tentang hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga yang terjadi pada waktu yang lalu dan masa mendatang.
2.       Proses komunikasi secara sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasi karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, surat kabar, radio, televisi dan lainnya adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) yakni pikiran dan atau perasaan yang dibawanya menjadi totalitas pesan (message) yang tampak tak dapat dipisahkan. Tidak seperti media dalam bentuk surat, telepon, radio dan lainnya yang jelas tidak selalu digunakan. Tampaknya orang seolah-olah tak mungkin berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi orang mungkin dapat berkomunikasi tanpa surat, telepon, televisi atau lainnya.

C.   HAMBATAN KOMUNIKASI
Proses komunikasi yang berlangsung di antara individu tidak selalu berlangsung mulus dan lancar. Adakalanya pesan yang akan disampaikan tersebut mendapat hambatan sebelum sampai kepada komunikan. Hambatan-hambatan tersebut bisa disebabkan karena beberapa faktor, antara lain :
1.       Hambatan Sosio-Antro-Psikologis
a.       Hambatan Sosiologis
Masyarakat terdiri dari berbagai golongan dan lapisan yang menimbulkan perbedaan dalam status sosial, agama, ideologi, tingkat pendidikan dan sebagainya, yang kesemuanya dapat menjadi hambatan bagi kelancaran komunikasi.
b.       Hambatan Antropologis
Dalam melancarkan komunikasi, seorang komunikator tidak akan berhasil apabila ia tidak mengenal siapa komunikannya. “Siapa” di sini bukan namanya, melainkan ras apa, bangsa apa, dan suku apa. Dalam hal ini, komunikator harus mengenal kebudayaan, gaya hidup, norma kehidupan serta kebiasaan komunikannya.
c.       Hambatan Psikologis
Faktor psikologis seringkali menjadi hambatan dalam komunikasi. Hal ini umumnya disebabkan komunikator tidak mengkaji diri komunikan sebelum melancarkan komunikasi. Komunikasi sulit berhasil apabila komunikan sedang sedih, bingung, marah, kecewa, kesal dan lain sebagainya.
2.       Hambatan Semantis
Hambatan semantis meliputi bahasa yang digunakan oleh komunikator dalam menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Demi kelancaran komunikasi, komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan semantis ini, sebab kesalahan dalam ucapan maupun tulisan dapat menimbulkan salah pengertian (misunderstanding) dan salah tafsir (misinterpretation), yang pada akhirnya dapat menimbulkan salah komunikasi.
3.       Hambatan Mekanis
Hambatan mekanis sering kita jumpai pada media yang dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Seperti suara telepon yang berisik, ketikan huruf yang rusak pada media cetak, atau gambar kabur di layar televisi.
4.       Hambatan Ekologis
Hambatan ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan lingkungan terhadap berlangsungnya komunikasi. Contohnya adalah suara riuh orang-orang ramai atau kebisingan lalu lintas, suara hujan atau petir, suara pesawat terbang dan lain-lain saat sedang berkomunikasi.

D.   DEFINISI KOMUNIKASI INTERPERSONAL EFEKTIF
Menurut Joseph A.Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (Devito, 1989:4), komunikasi interpersonal adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang, dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika (the process of sending and receiving messages between two persons,or among a small group of persons, with some  effect and some immediate feedback).
Devito (1992) memandang komunikasi interpersonal yang efektif berdasarkan humanistic model dan pragmatic model. 
Humanistic model (soft approach) menunjukkan bahwa kualitas komunikasi interpersonal yang efektif ditentukan oleh 5 faktor, sebagai berikut :
1.       Openess (keterbukaan) maksudnya adalah bahwa komunikasi interpersonal akan efektif apabila terdapat keinginan untuk membuka diri terhadap lawan bicara kita, keinginan untuk bereaksi dengan jujur pada pesan yang disampaikan oleh lawan bicara kita, keinginan untuk menghargai bahwa perasaan dan pemikiran yang disampaikan selama proses komunikasi berlangsung adalah kepunyaan kita sendiri (owning of feels and thought).
Dalam situasi seperti ini diantara pelaku komunikasi akan tercipta keterbukaan perasaan dan pemikiran, serta masing-masing pihak bertanggungjawab atas apa yang disampaikannya.
2.       Empathy yaitu ikut merasakan apa yang orang lain rasakan tanpa kehilangan identitas diri sendiri. Melalui empathy kita bisa memahami baik secara emosi maupun secara intelektual apa yang pernah dialami oleh orang lain.
Empathy harus diekspresikan sehingga lawan bicara kita mengetahui bahwa kita berempathy padanya, sehingga bisa meningkatkan efektivitas komunikasi.
3.       Supportiveness (mendukung) maksudnya adalah komunikasi interpersonal akan efektif apabila tercipta suasana yang mendukung. Nuansa dukungan akan tercipta apabila proses komunikasi bersifat deskriptif dan tidak evaluative, serta lebih fleksibel dan tidak kaku.
Jadi dalam proses penyampaian pesan gunakanlah kata-kata atau kalimat yang deskriptif dan tidak memberikan penilaian, kemudian tunjukkan bahwa masing-masing pelaku komunikasi bersedia mendengarkan pendapat lawan bicara dan bahkan mengubah pendapat kalau memang diperlukan.
4.       Positiveness (sikap positif) maksudnya adalah dalam komunikasi interpersonal yang efektif para pelaku komunikasi harus menunjukkan sikap yang positif dan menghargai keberadaan orang lain sebagai seseorang yang penting.
5.       Equality (kesetaraan) maksudnya adalah penerimaan dan persetujuan terhadap orang lain yang menjadi lawan bicara. Harus disadari bahwa semua orang bernilai dan memiliki sesuatu yang penting yang bisa diberikan pada orang lain. Kesetaraan dalam komunikasi interpersonal harus ditunjukan dalam proses pergantian peran sebagai pembicara dan pendengar.
Pragmatic model (behavioral) atau disebut juga sebagai pendekatan keras (hard approach) atau (competence model) fokus pada perilaku tertentu yang harus digunakan oleh pelaku komunikasi interpersonal baik sebagai pembicara maupun sebagai pendengar apabila ingin efektif. Pendekatan ini pun menyatakan 5 kemampuan yang harus dimiliki, yaitu sebagai berikut:
1.       Confidence (percaya diri) maksudnya adalah para pelaku komunikasi interpersonal harus memiliki rasa percaya diri secara sosial (social confidence). Seorang socially confident communicator akan berkomunikasi dengan relax, tidak kaku dan bisa mengontrol gerakan tubuhnya, tidak gemetar atau malu. Kualitas kepribadian ini, juga bisa membantu pihak lain merasa lebih nyaman.
2.       Immediacy merujuk pada situasi adanya perasaan kebersamaan antara pembicara dan pendengar. Immediacy ditunjukan dengan sikap memperhatikan, menyenangi, dan tertarik pada lawan bicara. Bisa ditunjukkan baik secara verbal maupun secara non verbal.
3.       Interaction Management maksudnya adalah kemampuan untuk mengontrol interaksi demi memuaskan kedua belah pihak pelaku komunikasi. Hal ini bisa ditunjukkan dengan mengelola giliran berbicara, kelancaran pembicaraan, dan penyampaian pesan secara konsisten. Kedua belah pihak harus melakukan self monitoring secara tepat.
4.       Expressiveness maksudnya adalah kemampuan untuk secara sungguh-sungguh terlibat dalam proses komunikasi. Termasuk di dalamnya adalah bertanggungjawab atas apa yang disampaikan dan dipikirkan, merangsang lawan bicara untuk berani terbuka dan memberikan feedback secara tepat.
5.       Other Orientation maksudnya adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan orang lain selama proses komunikasi interpersonal berlangsung. Dalam hal ini termasuk memberikan perhatian dan menunjukkan rasa tertarik pada pembicaraan orang lain. Other orientation dapat ditunjukkan baik secara verbal maupun non verbal.

E.   KOMUNIKASI INTERPERSONAL EFEKTIF DALAM ORGANISASI
Komunikasi interpersonal efektif dalam organisasi mencakup : componential dan situational.
1.       Komunikasi Interpersonal Efektif dalam Organisasi mencakup Componential
Definisi berdasarkan komponen menjelaskan komunikasi interpersonal dengan mengamati komponen-komponen utamanya, yaitu penyampaian pesan oleh salah satu orang dan penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.
2.       Komunikasi Interpersonal Efektif dalam Organisasi mencakup Situational
Peristiwa komunikasi dapat terjadi dalam berbagai kondisi. Masing-masing kondisi memiliki kekhasan perlakuan yang relatif berbeda.
Berdasarkan situasinya, komunikasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.       Komunikasi formal, yaitu suatu komunikasi yang terjadi dalam situasi yang resmi. Perilaku komunikasi pada situasi seperti ini, misalnya dalam rapat, seminar, dan persuratan dinas, menuntut keresmian baik dalam sikap ataupun cara berkomunikasi.
b.       Komunikasi informal, yaitu suatu peristiwa komunikasi yang terjadi dalam situasi tidak resmi atau santai, seperti dalam arisan, keluarga, dan pasar.
c.       Komunikasi semiformal, yaitu suatu peristiwa komunikasi yang terjadi dalam situasi campuran antara resmi dan tidak resmi.


Referensi :