KOMUNIKASI DALAM MANAJEMEN
A. DEFINISI
KOMUNIKASI
Definisi dari kata komunikasi secara
etimologis berasal dari bahasa latin “communication”, dan perkataan ini
bersumber pada kata communis yang memiliki makna “berbagi” atau “menjadi milik
bersama” yang pada intinya yaitu bertujuan untuk kebersamaan atau kesamaan
makna. Sedangkan secara terminologis, komunikasi adalah penyampaian suatu
pernyataan oleh seseorang kepada orang lain.
Komunikasi menurut beberapa ahli
diantaranya adalah menurut Everett Rogers (dalam Hafied Cangara, 1998:20),
komunikasi didefinisikan sebagai “proses di mana suatu ide dialihkan dari
sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan maksud untuk merubah tingkah
laku mereka”. Sedangkan menurut Arni Muhammad (2005:5), komunikasi
didefinisikan sebagai “pertukaran pesan verbal maupun non verbal antara si
pengirim dengan si penerima pesan untuk mengubah tingkah laku”.
Berdasarkan beberapa definisi diatas
dapat disimpulkan bahwa komunikasi sebagai suatu proses pengiriman dan
penyampaian pesan baik berupa verbal maupun non verbal oleh seseorang kepada
orang lain untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku, baik langsung secara
lisan, maupun tidak langsung melalui media. Komunikasi yang baik harus disertai
dengan adanya jalinan pengertian antara kedua belah pihak (pengirim dan
penerima), sehingga yang dikomunikasikan dapat dimengerti dan dilaksanakan.
B. PROSES
KOMUNIKASI
Proses komunikasi pada hakekatnya
adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator)
kepada orang lain (komunikan). Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahap,
yakni secara primer dan secara sekunder.
1.
Proses
komunikasi secara primer
Proses komunikasi secara primer adalah proses
penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam
proses komunikasi adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya
yang secara langsung mampu ”menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan
komunikator kepada komunikan.
Yang paling banyak dipergunakan dalam komunikasi
adalah bahasa karena hanya bahasalah yang mampu ”menerjemahkan” pikiran
seseorang kepada orang lain. Apakah itu dalam bentuk idea, informasi atau
opini, baik mengenai hal yang kongkrit maupun yang abstrak, bukan saja tentang
hal atau peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, melainkan juga yang terjadi
pada waktu yang lalu dan masa mendatang.
2.
Proses
komunikasi secara sekunder
Proses komunikasi secara sekunder adalah proses
penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau
sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.
Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam
melancarkan komunikasi karena komunikan sebagai sasarannya berada ditempat yang
relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, surat kabar, radio,
televisi dan lainnya adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.
Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media komunikasi. Hal ini
disebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) yakni
pikiran dan atau perasaan yang dibawanya menjadi totalitas pesan (message) yang
tampak tak dapat dipisahkan. Tidak seperti media dalam bentuk surat, telepon,
radio dan lainnya yang jelas tidak selalu digunakan. Tampaknya orang
seolah-olah tak mungkin berkomunikasi tanpa bahasa, tetapi orang mungkin dapat
berkomunikasi tanpa surat, telepon, televisi atau lainnya.
C. HAMBATAN
KOMUNIKASI
Proses komunikasi yang berlangsung
di antara individu tidak selalu berlangsung mulus dan lancar. Adakalanya pesan
yang akan disampaikan tersebut mendapat hambatan sebelum sampai kepada
komunikan. Hambatan-hambatan tersebut bisa disebabkan karena beberapa faktor,
antara lain :
1.
Hambatan
Sosio-Antro-Psikologis
a.
Hambatan
Sosiologis
Masyarakat terdiri dari berbagai golongan dan lapisan
yang menimbulkan perbedaan dalam status sosial, agama, ideologi, tingkat
pendidikan dan sebagainya, yang kesemuanya dapat menjadi hambatan bagi
kelancaran komunikasi.
b.
Hambatan
Antropologis
Dalam melancarkan komunikasi, seorang komunikator
tidak akan berhasil apabila ia tidak mengenal siapa komunikannya. “Siapa” di
sini bukan namanya, melainkan ras apa, bangsa apa, dan suku apa. Dalam hal ini,
komunikator harus mengenal kebudayaan, gaya hidup, norma kehidupan serta
kebiasaan komunikannya.
c.
Hambatan
Psikologis
Faktor psikologis seringkali menjadi hambatan dalam
komunikasi. Hal ini umumnya disebabkan komunikator tidak mengkaji diri
komunikan sebelum melancarkan komunikasi. Komunikasi sulit berhasil apabila
komunikan sedang sedih, bingung, marah, kecewa, kesal dan lain sebagainya.
2.
Hambatan
Semantis
Hambatan semantis meliputi bahasa yang digunakan oleh
komunikator dalam menyampaikan pikiran dan perasaannya kepada komunikan. Demi
kelancaran komunikasi, komunikator harus benar-benar memperhatikan gangguan
semantis ini, sebab kesalahan dalam ucapan maupun tulisan dapat menimbulkan
salah pengertian (misunderstanding) dan salah tafsir (misinterpretation), yang
pada akhirnya dapat menimbulkan salah komunikasi.
3.
Hambatan
Mekanis
Hambatan mekanis sering kita jumpai pada media yang
dipergunakan dalam melancarkan komunikasi. Seperti suara telepon yang berisik,
ketikan huruf yang rusak pada media cetak, atau gambar kabur di layar televisi.
4.
Hambatan
Ekologis
Hambatan ekologis terjadi disebabkan oleh gangguan
lingkungan terhadap berlangsungnya komunikasi. Contohnya adalah suara riuh
orang-orang ramai atau kebisingan lalu lintas, suara hujan atau petir, suara
pesawat terbang dan lain-lain saat sedang berkomunikasi.
D. DEFINISI
KOMUNIKASI INTERPERSONAL EFEKTIF
Menurut Joseph A.Devito dalam
bukunya The Interpersonal Communication Book (Devito, 1989:4), komunikasi
interpersonal adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua
orang atau di antara sekelompok kecil orang, dengan beberapa efek dan beberapa
umpan balik seketika (the process of sending and receiving messages between two
persons,or among a small group of persons, with some effect and some immediate feedback).
Devito (1992) memandang komunikasi
interpersonal yang efektif berdasarkan humanistic model dan pragmatic
model.
Humanistic model (soft approach)
menunjukkan bahwa kualitas komunikasi interpersonal yang efektif ditentukan oleh
5 faktor, sebagai berikut :
1.
Openess
(keterbukaan) maksudnya adalah bahwa komunikasi interpersonal akan efektif
apabila terdapat keinginan untuk membuka diri terhadap lawan bicara kita,
keinginan untuk bereaksi dengan jujur pada pesan yang disampaikan oleh lawan
bicara kita, keinginan untuk menghargai bahwa perasaan dan pemikiran yang
disampaikan selama proses komunikasi berlangsung adalah kepunyaan kita sendiri
(owning of feels and thought).
Dalam
situasi seperti ini diantara pelaku komunikasi akan tercipta keterbukaan
perasaan dan pemikiran, serta masing-masing pihak bertanggungjawab atas apa
yang disampaikannya.
2. Empathy
yaitu ikut merasakan apa yang orang lain rasakan tanpa kehilangan identitas
diri sendiri. Melalui empathy kita bisa memahami baik secara emosi maupun
secara intelektual apa yang pernah dialami oleh orang lain.
Empathy
harus diekspresikan sehingga lawan bicara kita mengetahui bahwa kita berempathy
padanya, sehingga bisa meningkatkan efektivitas komunikasi.
3. Supportiveness
(mendukung) maksudnya adalah komunikasi interpersonal akan efektif apabila
tercipta suasana yang mendukung. Nuansa dukungan akan tercipta apabila proses
komunikasi bersifat deskriptif dan tidak evaluative, serta lebih fleksibel dan
tidak kaku.
Jadi dalam
proses penyampaian pesan gunakanlah kata-kata atau kalimat yang deskriptif dan
tidak memberikan penilaian, kemudian tunjukkan bahwa masing-masing pelaku
komunikasi bersedia mendengarkan pendapat lawan bicara dan bahkan mengubah
pendapat kalau memang diperlukan.
4. Positiveness
(sikap positif) maksudnya adalah dalam komunikasi interpersonal yang efektif
para pelaku komunikasi harus menunjukkan sikap yang positif dan menghargai
keberadaan orang lain sebagai seseorang yang penting.
5. Equality
(kesetaraan) maksudnya adalah penerimaan dan persetujuan terhadap orang lain
yang menjadi lawan bicara. Harus disadari bahwa semua orang bernilai dan
memiliki sesuatu yang penting yang bisa diberikan pada orang lain. Kesetaraan
dalam komunikasi interpersonal harus ditunjukan dalam proses pergantian peran
sebagai pembicara dan pendengar.
Pragmatic model (behavioral) atau
disebut juga sebagai pendekatan keras (hard approach) atau (competence model)
fokus pada perilaku tertentu yang harus digunakan oleh pelaku komunikasi
interpersonal baik sebagai pembicara maupun sebagai pendengar apabila ingin
efektif. Pendekatan ini pun menyatakan 5 kemampuan yang harus dimiliki, yaitu
sebagai berikut:
1.
Confidence
(percaya diri) maksudnya adalah para pelaku komunikasi interpersonal harus
memiliki rasa percaya diri secara sosial (social confidence). Seorang socially
confident communicator akan berkomunikasi dengan relax, tidak kaku dan bisa
mengontrol gerakan tubuhnya, tidak gemetar atau malu. Kualitas kepribadian ini,
juga bisa membantu pihak lain merasa lebih nyaman.
2. Immediacy
merujuk pada situasi adanya perasaan kebersamaan antara pembicara dan
pendengar. Immediacy ditunjukan dengan sikap memperhatikan, menyenangi, dan
tertarik pada lawan bicara. Bisa ditunjukkan baik secara verbal maupun secara
non verbal.
3. Interaction
Management maksudnya adalah kemampuan untuk mengontrol interaksi demi memuaskan
kedua belah pihak pelaku komunikasi. Hal ini bisa ditunjukkan dengan mengelola
giliran berbicara, kelancaran pembicaraan, dan penyampaian pesan secara
konsisten. Kedua belah pihak harus melakukan self monitoring secara tepat.
4. Expressiveness
maksudnya adalah kemampuan untuk secara sungguh-sungguh terlibat dalam proses
komunikasi. Termasuk di dalamnya adalah bertanggungjawab atas apa yang
disampaikan dan dipikirkan, merangsang lawan bicara untuk berani terbuka dan
memberikan feedback secara tepat.
5.
Other
Orientation maksudnya adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan orang lain
selama proses komunikasi interpersonal berlangsung. Dalam hal ini termasuk
memberikan perhatian dan menunjukkan rasa tertarik pada pembicaraan orang lain.
Other orientation dapat ditunjukkan baik secara verbal maupun non verbal.
E. KOMUNIKASI
INTERPERSONAL EFEKTIF DALAM ORGANISASI
Komunikasi interpersonal efektif
dalam organisasi mencakup : componential dan situational.
1.
Komunikasi
Interpersonal Efektif dalam Organisasi mencakup Componential
Definisi
berdasarkan komponen menjelaskan komunikasi interpersonal dengan mengamati
komponen-komponen utamanya, yaitu penyampaian pesan oleh salah satu orang dan
penerimaan pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai
dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera.
2. Komunikasi
Interpersonal Efektif dalam Organisasi mencakup Situational
Peristiwa
komunikasi dapat terjadi dalam berbagai kondisi. Masing-masing kondisi memiliki
kekhasan perlakuan yang relatif berbeda.
Berdasarkan situasinya, komunikasi dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a.
Komunikasi
formal, yaitu suatu komunikasi yang terjadi dalam situasi yang resmi. Perilaku
komunikasi pada situasi seperti ini, misalnya dalam rapat, seminar, dan
persuratan dinas, menuntut keresmian baik dalam sikap ataupun cara
berkomunikasi.
b.
Komunikasi
informal, yaitu suatu peristiwa komunikasi yang terjadi dalam situasi tidak
resmi atau santai, seperti dalam arisan, keluarga, dan pasar.
c.
Komunikasi
semiformal, yaitu suatu peristiwa komunikasi yang terjadi dalam situasi
campuran antara resmi dan tidak resmi.
Referensi :